Sekarangdipindah ke makam umum Jogoyudan Lumajang) · Syekh Muhammad Anas dari Demak. (Makamnya di belakang Masjid Jamik Anas Mahfud Lumajang) 3.Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir. 4.Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko. 5.Maulana Malik Isro'il, dari Turki, ahli mengatur negara. 04/23/2018 Danlanal Yogyakarta, Takhanya di Semarang, makam atau petilasan Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat di antaranya di Mojokerto, Sleman, Jogyakarta, dan Makassar. Menurut penuturannya, Syekh Jumadil Kubro memang pernah melakukan riyadhoh di Gunung Merapi untuk mencari petunjuk. Setelah itu, dia berdakwah ke berbagai daerah di Pulau Jawa. SyeikhJumadil Kubro merupakan tokoh kunci proses Islamisasi tanah Jawa yang hidup sebelum walisongo. Seorang penyebar Islam pertama yang mampu menembus dinding kebesaran Kerajaan Majapahit. Syeikh Jumadil Kubro bernama lengkap Syeikh Jamaluddin al-Husain al-Akbar. KisahSyekh Jumadil Kubro. Budianto (2015) menyebut jamaluddin hussein al akbar lahir sekitar tahun 1270 sebagai putera ahmad syah jalaluddin bangsawan dari nasrabad india. Ia mampu menembus kebesaran dinding kerajaan majapahit. Makam syekh jumadil kubra pun ada di beberapa tempat. Ingin mati sahid dalam kisah sayyid jumadil kubro dalam DaftarIsi Profil Syekh Imam Nawawi al-Bantani. Daftar Isi. 1 Riwayat Hidup dan Keluarga 1.1 Lahir 1.2 Wafat. 2 Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau 2.1 Mengembara Menuntut Ilmu 2.2 Guru-guru Beliau. 3 Penerus Beliau 3.1 Murid-murid Beliau. 4 Karier 4.1 Jasa Beliau 4.1.1 Perjuangan Syekh Nawawi Makamdi Jogjakarta 1. di daerah cacaban ada makam simbah kiyai tuk songo , 2. dan di sekitar daerah trasan makam raden senthot alibasah prawiro dirjo 3. makam kyai nur muhammad di daerah ngadirejo, dekat lapangan tembak. 4. makam syekh subakir di daerah gunung tidar. Makam2x sekitar Jogja - Magelang antara lain : 1. TcQAd. Home Cerita Pagi Jum'at, 21 Januari 2022 - 0529 WIBloading... Tampak makam Syekh Jumadil Kubro yang disebut penyebar Islam ke Majapahit dan tanah jawa. Ist A A A Husain Jamaluddin Akbar atau Syekh Jumadil Kubro dikenal sebagai seorang mubaligh terkemuka. Dia menyebarkan Islam di Nusantara. Wali Songo yang terkenal di tanah jawa berasal dari keturunannya. Ia dilahirkan pada tahun 1310 M di negeri Malabar, di dalam wilayah Kesultanan Delhi. Ayahnya adalah seorang Gubernur Amir negeri Malabar, yang bernama Amir Ahmad Syah beberapa babad dan cerita rakyat Syekh Jumadil Kubro diyakini sebagai bapak para Wali Songo. Karena beberapa Wali Songo, yaitu Sunan Ampel Raden Rahmat dan Sunan Giri Raden Paku konon adalah cucunya. Bagi Sunan Bonang dan Sunan Drajad, Syekh Jumadil Kubro adalah buyutnya. Sementara Sunan Kudus adalah cicitnya keturunan keempat. Bahkan makam atau petilasan dari Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat. Namun, makam Syekh Jumadil Kubro yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit menunjukan jika dia memiliki kedekatan dengan pejabat kerajaan Hindu terbesar tersebut. Padahal lokasi tersebut, merupakan makam khusus untuk penguburan kerabat raja, atau orang-orang dalam istana Majapahit. Sehingga diyakini jika Syekh Jumadil Kubro telah menyebarkan agama Islam di dalam Majapahit diera keruntuhan kerajaan tersebut. Sasaran kegiatan dakwahnya yang pertama kali adalah di lingkungan Kerajaan Majapahit, yaitu daerah Trowulan, Mojokerto. Selama berdakwah di Nusantara Syekh Jumadil Kubro kerap mendapat tantangan dan kesulitan. Dalam beberapa literatur Syekh Jumadil Kubro yang merupakan salah satu ulama besar di zamannya ini kemudian menghadap ke Sultan Muhammad I sebagai penguasa kekhalifahan Turki Ustmani saat itu. Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I lalu mengundang beberapa tokoh ulama dari wilayah Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah guna membantu perjuangan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Mereka terdiri atas sembilan orang ulama yang kemudian disebut Wali Songo. cerita pagi majapahit Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 37 menit yang lalu 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu SEMARANG - Menyelam lebih dalam terkait jejak penyebaran agama Islam di tanah Jawa, ternyata sebelum adanya Walisongo terdapat tokoh besar yang makamnya ada di Semarang. Ia bernama Syekh Jamaluddin Husein Al Akbar atau akrab dipanggil Syekh Jumadil Kubro. Beliau kerap disebut sebagai bapaknya para Walisongo dan memiliki garis ketururunan dari Nabi Muhammad SAW. Sejarah Perjuangan Syekh Jumadil Kubro berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Beliau dikenal sebagai bapaknya para anggota Walisongo karena Sunan Ampel Raden Rahmat dan Sunan Giri Raden Paku adalah cucunya. Sementara Sunan Bonang dan Sunan Drajad menganggap Syekh Jumadil Kubro sebagai buyutnya. Sedangkan Sunan Kudus menganggap Syekh Jumadil Kubro merupakan cicitnya. Perjuangan Syekh Jumadil Kubro dalam menyebarkan agama Islam di Jawa dimulai pada masa Kerajaan Majapahit. Tanggal 26 Februari 1998 Walikota Semarang Soetrisno melakukan peresmian atas pemugaran Makam Syekh Jumadil Kubro, Senin 2/3/2020. Khoiru Anas Beliau merupakan penyebar agama Islam pertama di Jawa sebelum Walisongo. Bersama pengikutnya, mulai menyebarkan agama Islam di sebuah Desa Trowulan yang lokasinya dekat dengan Kerajaan Majapahit. Sedikit demi sedikit ajarannya mulai diterima oleh penduduk setempat dan Kerajaan Majapahit. Beliau kemudian mendirikan padepokan untuk penyebaran agama Islam. Akhir perjuangannya menyebarkan agama Islam berakhir di Desa Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat sekira tahun 1376 Masehi atau 15 Muharram 797 Hijriyah. Sejarah Ditemukan Makam Terkait makam Syekh Jumadil Kubro menurut Kholil selaku penjaga makam dari Yayasan Syekh Jumadil Kubro selaku pengelola menuturkan, banjir yang kerap menggenangi Semarang dan makam yang terangkat jadi satu di antara tanda penemuan makam. "Dulu Semarang sering banjir, tepatnya tahun 1970-an. Namun ada sebuah makam yang tak kebanjiran, dan konon makam tersebut seperti terangkat, tuturnya kepada Senin 2/3/2020 pagi. Penemu makam dari Syekh Jumadil Kubra bernama Mbah Muzakir. Meskipun cerita yang masih simpang siur dan tak ditemukan sejarah pastinya, namun sosok makam tersebut diyakini sebagai Syekh Jumadil Kubra yang memiliki garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Tampak dari luar sebuah gapura menuju Makam Syekh Jumadi Kubro, Senin 2/3/2020. Khoiru Anas Yogyakarta menyimpan banyak destinasi wista religi yang juga menyimpan nilai sejarah, lho. Cek rekomendasinya di Religi Yogyakarta - Pada dasarnya, setiap orang tentu punya tujuan yang berbeda-beda ketika ingin berwisata. Ada sebagian orang yang memang suka berjalan-jalan dan mengeksplorasi tempat-tempat baru baginya. Ada juga yang hanya mencari hiburan semata dan sekadar ingin melakukan swafoto dan menunjukkan eksistensi antara itu, ada juga sebagian besar orang yang tujuannya dalam berwisata adalah ingin mendapatkan ketenangan batin. Untuk itu, kamu harus melakukan wisata religi agar bisa mendapatkan ketenangan salah satu daerah di Indonesia yang terkenal punya beragam wisata religi adalah Jogja. Selain terkenal akan wisata budaya yang kental dan kekayaan alamnya, Yogyakarta juga punya berbagai jenis wisata religi yang layak dari Masjid, Gereja, Pura, Kelenteng, semuanya ada di Jogja. Nah, berikut ini adalah beberapa wisata religi Jogja yang bisa kamu datangi saat berlibur ke sana!Wisata Religi Yogyakarta1. Masjid Gedhe KaumanLokasi Alun-Alun Keraton, Jl. Kauman, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota YogyakartaMasjid ini sudah berdiri sejak tahun 1773. Masjid ini sendiri didirikan oleh Sultan Hamengkubuwono I. Beliau ini juga merupakan pendiri dari Kesultanan Jogja. Karena itu, Masjid Gedhe Kauman merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kesultanan arsitektur, Masjid Gedhe Kauman tampak cukup mirip dengan Masjid Demak. Masjid Gedhe Kauman sendiri memiliki bangunan utama liwan, serambi, serta emperan. Masjid ini juga punya empat pilar utama yang dilengkapi atap bersusun atap Masjid Gedhe Kauman pun punya hiasan mahkota berbentuk bunga. Hal ini sebagai penanda bahwa masjid ini merupakan milik Keraton Jogja. Di dalam masjid ini juga terdapat ruang khusus untuk sang raja. Ruangan yang disebut maksura ini terletak di baris paling depan Masjid KotagedeLokasi Jl. Watu Gilang, Kotagede, Bantul, YogyakartaMasjid Kotagede merupakan masjid tertua di Jogja. Pasalnya, masjid ini diperkirakan sudah berdiri sejak tahun 1640. Pembangunan masjid ini sendiri diprakarsai oleh Sultan Agung. Pembangunannya juga dibantu oleh penduduk sekitar Kotagede yang kala itu mayoritasnya merupakan penganut agama itu, Masjid Kotagede bisa dibilang memiliki arsitektur gabungan dari budaya Jawa dan Hindu. Sebab, gapura atau pintu gerbang dan pagar tembok yang mengelilingi masjid punya arsitektur Hindu yang kental. Sementara bangunan masjidnya dibuat dengan arsitektur sejumlah bangunan di dalam kompleks Masjid Kotagede antara lain mimbar, serambi, tempat wudhu, tugu peringatan, gapura, dan makam. Ketika masuk ke area masjid, kamu akan melihat kolam ikan sebelum area Masjid Kotagede juga dikelilingi oleh berbagai jenis pohon sehingga suasananya menjadi rindang dan asri. Selain itu, ada sebuah prasasti dengan huruf Arab dan berbahasa Jawa yang terdapat di dalam Masjid Kotagede sendiri diketahui punya atap bertingkat dua. Atap tingkat atas punya bentuk segitiga yang punya sudut runcing. Adapun, atap tingkat bawah punya bentuk segitiga juga, namun terpotong pada bagian Gereja GanjuranLokasi Jl. Ganjuran, Bantul, YogyakartaGereja ini didirikan di tahun 1924 oleh inisiasi 2 kakak beradik keturunan Belanda, yakni Joseph Smutzer dan Julius Smutzer. Perlu diketahui, gereja ini sendiri dirancang arsitek asal Belanda, J Yh Van Oyen. Tiga tahun setelah dibangun, kompleks gereja ini disempurnakan dengan kehadiran candi kecil di Gereja Ganjuran merupakan akulturasi budaya Eropa, Jawa, dan Hindu. Sebab, bangunan gerejanya masih menggunakan arsitektur gaya Eropa. Sedangkan budaya Jawa terlihat pada patung Yesus dan Bunda Maria dengan busana khas nuansa Hindu diperlihatkan dengan candi yang berada di kompleks gereja. Perlu diketahui, ada mata air di bawah candi yang menjadi tujuan para pengunjung. Umumnya, para pengunjung akan mengambil air tersebut dan membawanya pulang dengan botol atau jerigen kecil setelah Pura JagatnathaLokasi Jl. Pura No. 370, Bantul, YogyakartaPura ini didirikan pada tahun 1967 saat mayoritas penduduk sekitar di area ini memeluk agama Hindu Dharma. Pada umumnya, orang yang bersembahyang di pura di tempat yang terbuka, sementara, bangunan pura ini memiliki atap pada bangunan tengahnya. Pura ini merupakan tempat bertapa Sultan Hamengku Buwono II yang kemudian diberi gelar Ki Banguntapa. Pura yang merupakan salah satu pura terbesar di Yogyakarta ini merupakan tempat peribadatan utama bagi pemeluk agama Budha di Provinsi Yogyakarta. Bahkan, tidak jarang wisatawan turut datang ke Pura Jagatnatha untuk menikmati suasana seperti Bali di Dusun MlangiLokasi Desa Nogotirto, Sleman, YogyakartaDusun Mlangi ini juga terkenal dengan nama Desa Para Santri. Hal tersebut dikarenakan banyaknya pesantren di Dusun Mlangi, sehingga mayoritas penduduk yang masih muda adalah santri-santri dari berbagai wilayah di Indonesia yang jumlahnya mencapai orang. Bagi kamu yang ingin menikmati suasana religius di Yogyakarta, kamu bisa mengunjungi Dusun Mlangi. Selain itu, di dusun ini juga terdapat salah satu tempat yang sering didatangi oleh wisatawan, yaitu makam salah satu tokoh penyebar Agama Islam di Mlangi, yaitu Kyai Nur Iman. Namun, tidak hanya wisatawan yang juga beragama Islam yang mengunjungi dusun ini, melainkan banyak komunitas, pelajar, maupuin tokoh agama lain pastor, pendeta, dll yang ingin menambah wawasan mengenai Agama Kampung JogokariyanLokasi Jl. Jogokaryan, Matrijeron, YogyakartaKampung Jogokariyan merupakan salah satu kampung Ramadan yang paling populer di Yogyakarta. Salah satu tujuan wisata di kampung ini adalah Masjid Jogokariyan yang telah dibangun pada tahun 1966. Masjid ini kemudian sangat berkembang sehingga memiliki berbagai kegiatan pelayanan jamaah dan kegiatan-kegiatan. Pengurus masjid ini terdiri dari 28 divisi yang masing-masing memiliki tujuan untuk kebaikan bersama dan memiliki website. Usut punya usut, masjid ini terkenal hingga mancanegara. Tamu yang pernah mengunjungi masjid ini meliputi parlemen Eropa, ulama dari Palestina, dan masih banyak lagi. Kegiatan selama bulan Ramadhan yang dinantikan masyarakat adalah tarawih bersama imam dari Palestina, pentas nasyid, hingga makanan buka puasa yang dapat dinikmati untuk Makam Syekh Jumadil Kubro - Turgo MerapiLokasi Hargobinangun, Sleman, YogyakataBerada di lereng barat Gunung Merapi, terdapat sebuah makam dari seorang tokoh Islam, Syekh Jumadil Kubro. Pendatang banyak yang jauh-jauh kesini untuk melakukan ziarah ke makam tokoh agama ini. Selain melakukan ziarah, masyarakat juga bisa menikmati pemandangan Gunung Merapi dari tempat ini. Bahkan, pemerintah setempat juga merencanakan beberapa rencana terkait pengembangan pariwisata di Hargobinangun agar lebih memperkenalkan wisata religi memudahkan wisatawan mengunjungi dan melakukan ziarah ke makam Syekh Jumadil Kubro, seperti membangun sarana fisik dan perbaikan akses menuju makam yang eksistingnya berupa jalan setapak dengan jalur menuju Bukit Turgo Merapi. Syekh Jumadil Kubro adalah kakek dari para wali penyebar Agama Islam di Jawa, Wali Kampung NitikanLokasi Jalan Sorogenen, Nitikan, YogyakartaSetelah Kampung Jogokariyan, Jalur Gaza di Kampung Nitikan juga merupakan tujuan wisata di bulan Ramadhan yang juga tidak kalah terkenal. Jalur Gaza merupakan singkatan dari Jajanan Lauk Sayur Gubuk Ashar Zerba Ada yang mana setiap tahunnya terdapat 300 pedagang di sepanjang jalur ini. Selain menyediakan berbagai macam takjil di sepanjang jalur, ada juga berbagai acara yang digelar masyarakat, baik lomba lukis, lomba menggambar, hingga dialog Ramadhan. Ada juga destinasi wisata lain yang juga menarik di Kampung Nitikan, yaitu makam-makam tokoh besar, seperti Kyai Haji Ibrahim, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Kyai Haji Abu Bakar, dan Raden Ronggo putra dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram. Pengunjung dapat berwisata dengan tarif yang sangat murah, yaitu untuk jalan kaki dan untuk naik Pura Vaikuntha VyomantaraLokasi Komplek Lanud Adisutjipto, Jl. Raya Janti, Karang Janbe, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281Pura ini berada di kompleks Landasan Udara Lanud Adisutjipto. Pura dengan luas lahan 50 hektar ini dibangun sejak tahun 1997 dan selesai pada tanggal 23 Mei 2007. Pura ini sendiri dibangun bagi umat Hindu yang bertugas di Lanud tahun, akan ada Upacara Pawedalan Pura Vaikuntha Vyomantara yang akan dilakukan di sini. Selain untuk kepentingan ibadah, pura ini dibuka bagi pengunjung umum. Meski begitu, sebaiknya meminta izin terlebih dahulu kepada pengurus pura ini sebelum berkunjung ya!10. Klenteng GondomananLokasi Jalan Brigjen Katamso Gondomanan, Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta 55121L;enteng Gondomanan merupakan salah satu kelenteng legendaris di Jogja. Kelenteng yang juga dikenal sebagai Kelenteng Fuk Ling Miau ini dibangun sejak tahun 1900. Pada awalnya, tanah kelenteng ini merupakan pemberian Sultan Hamengku Buwono di tahun khas dari Klenteng Gondomanan sendiri ada pada bagian atapnya yang dihiasi sepasang naga langit menghadap mutiara api. Selain itu, cat warna merah kuning pada kelenteng ini juga dapat diartikan sebagai simbol informasi, Kelenteng Gondomanan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tanggal 26 Maret 2007. Kelenteng ini juga telah menjadi warisan budaya Jogja kategori tempat ibadah sejak tanggal 15 April Gua Maria SendangsonoLokasi Semagung, Samagang, Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55672Berada di kaki Bukit Menoreh, udara sejuk akan langsung menyambutmu saat berada di kompleks Gua Maria ini. Sesuai namanya, di lokasi Gua Maria ini juga terdapat sebuah sendang atau yang dalam bahasa Indonesia disebut mata mendapatkan ketenangan batin dan berdoa di sini, kamu juga dapat menikmati arsitektur kompleks Gua Maria Sendangsono yang indah. Arsitektur ini dirancang oleh Mangunwijaya Pr dan sudah mendapatkan Aga Khan menikmati seluruh bangunan kompleks ziarah ini, kamu bisa duduk bersantai di pendopo yang tersedia. Kamu juga bisa menikmati keindahan sungai yang mengalir dengan berdiri di jembatan kecil pada bagian lupa untuk mengambil air sendang dari keran-keran yang terdapat pada sisi kanan sungai. Sebab, air sendang di sini dipercaya para pengunjung punya banyak Klenteng PoncowinatanLokasi Jl. Poncowinatan Gowongan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55233Selain Klenteng Gondomanan, kelenteng yang punya nama lain Kwan Tee Kiong ini merupakan kelenteng tertua di Jogja. Kelenteng Poncowinatan diketahui telah berdiri sejak tahun seperti Klenteng Gondomanan, tanah kelenteng ini juga merupakan pemberian dari Sultan Hamengku Buwono VII. Karena itu, Kelenteng Poncowinatan dibangun menghadap ke arah selatan untuk menghormati Keraton ini, Klenteng Poncowinatan digunakan sebagai tempat pemujaan Tri Dharma, yakni Buddha, Taoisme, dan Konghucu. Kelenteng ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah sejak tahun dari banyaknya tujuan wisata religi yang kuno nan indah di Yogyakarta, 8 rekomendasi ini dapat kamu masukkan ke itinerary liburanmu. Selain melihat bangunan dengan arsitektur yang indah, kamu bisa mendapatkan banyak wawasan saat mulai rencanakan kunjunganmu ke Yogyakarta melalui aplikasi Traveloka dari sekarang. Traveling tidak selalu soal senang-senang belaka, ada kalanya traveling justru dapat membuat iman kita semakin kuat. Jenis wisata yang mengedepankan spiritual ini dinamakan dengan wisata religi. Nah selain menziarahi tempat suci, wisata religi juga bisa berbentuk ziarah makam ulama. Jogja merupakan gudangnya’ makam ulama, sehingga Anda bisa menemukan dengan mudah tempat ziarah ulama di Jogja. Banyak orang yang menganggap bahwa makam ulama di Jogja memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi, sehingga layak dikunjungi. Tak hanya untuk urusan spiritual, ziarah ulama ini juga bisa ditujukan untuk urusan dokumentasi atau mengingat perjuangan kaum muslimin di masa lampau. Nah berikut ini kami akan membahas beberapa lokasi ziarah makam ulama terpopuler yang ada di Jogja. Makam Imogiri Tempat ziarah ulama di Jogja terpopuler yang pertama yaitu Makam Imogiri. Mengapa begitu populer? Karena di Makam Imogiri ini terdapat makam-makan Raja Mataram, dimana Kerajaan Mataram sendiri dikenal sebagai kerajaan yang menganut sistem Islam di masa lampau. Makam Imogiri sendiri dibangun atas prakarsa raja terbesar Kerajaan Mataram yaitu Sultan Agung pada abad 16 yang lalu. Lewat arsitek kepercayaan Sultan Agung yaitu Kyai Tumenggung Citrokusumo, komplek makam dibagi kedalam tiga komplek makam yaitu komplek Kasultan Agung, komplek raja-raja Surakarta, dan komplek raja-raja Yogyakarta. Dengan begitu banyaknya makam orang penting disini, Makam Imogiri tidak pernah sepi dari kunjungan pada traveler yang sedang berwisata religi. Daya tarik Makam Imogiri tidak hanya terletak pada makam-makam raja Mataram, namun juga pada desain komplek makamnya. Lewat sentuhan sang arsitek, Makam Imogiri ini didesain dengan sentuhan Islam dan Hindu. Makam Imogiri ini terletak di atas bukit, dimana traveler mesti menaiki 409 anak tangga. Nah Makam Imogiri ini terletak di Kecamatan Imogiri, Yogyakarta. Jika Anda tidak tahu rute menuju Makam Imogiri, sebaiknya Anda memesan paket wisata Jogja agar Anda mendapatkan panduan dan layanan wisata religi yang tepat. Nah komplek makam dibuka setiap hari mulai dari jam 8 pagi hingga jam 4 sore, lalu dibuka kembali pada jam 8 malam. Dilarang menggunakan pakaian yang tidak sopan di komplek makam dan traveler mesti berlaku sopan. Makam Syekh Maulana Maghribi Bagi Anda yang belum tahu, Syekh Maulana Maghribi merupakan nama asli dari Sunan Gresik. Sunan Gresik sendiri merupakan salah seorang Walisongo yang dikenal sebagai ulama pertama yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Itulah mengapa komplek makam Makam Syekh Maulana Maghribi di Bantul ini selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah ataupun traveler yang sedang berwisata religi. Komplek makam Syekh Maulana Maghribi juga berdekatan dengan Pantai Parangtritis, sehingga pengunjung bisa melihat pemandangan laut yang sangat indah. Nah komplek makam Sunan Gresik ini berada di atas bukit, sehingga pengunjung mesti menaiki beberapa anak tangga. Setelah sampai di atas, pengunjung bisa menemukan beberapa spot menarik seperti mushola, candi, dan tentunya area makam Sunan Gresik. Komplek Makam Dongkelan Tempat ziarah ulama di Jogja paling terkemuka lainnya yaitu komplek makam Dongkelan. Komplek makam Dongkelan ini terletak di sebelah Masjid Patok Negara Dongkelan Kauman, Bantul. Bagi Anda yang tidak tahu rutenya, sebaiknya menggunakan layanan paket wisata Jogja. Nah komplek makam ini selalu ramai dikunjungi peziarah, khususnya dari kalangan santri. Terdapat beberapa makam ulama besar disini, yang paling populer yaitu KH. M. Munawir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Munawir. Mbah Munawir sendiri dikenal sebagai ulama besar pada zaman kolonialisme Belanda, dan menjadi tokoh sentral dalam perkembangan Islam di Yogyakarta. Selain makam Mbah Munawir, masih terdapat beberapa makam ulama besar lainnya, sehingga sangat recommended dijadikan tempat wisata religi. Petilasan Syekh Jumadil Kubro Bagi Anda yang belum tahu, Syekh Jumadil Kubro merupakan bapak dari Walisongo. Mengapa disebut bapak dari Walisongo? Karena beberapa Walisongo diyakini merupakan cucunya Syekh Jumadil Kubro. Nah Syekh Jumadil Kubro juga dianggap sebagai penggagas sistem Islam di Pulau Jawa, hingga ia dianggap sebagai tokoh Islam paling penting selain Walisongo di masa lampau. Nah petilasan Syekh Jumadil Kubro terletak di Dusun Turgo, Kaliurang, yang berada di kaki Gunung Merapi. Karena lokasinya lumayan jauh dari keramaian, direkomendasikan agar traveler menggunakan jasa pemandu wisata. Masjid Pathok Negoro Plosokuning Tempat ziarah ulama terpopuler lainnya di Jogja yaitu Masjid Pathok Negoro Plosokuning. Nah Masjid Pathok Negoro Plosokuning dianggap sebagai masjid besar pertama yang ada di Jogja. Masjid ini dibuat oleh Sultan Hamengku Buwono I, sehingga dianggap sebagai pondasi kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Terdapat banyak makam ulama besar disini, sehingga bagi Anda yang sedang wisata religi di Jogja, sebaiknya mengunjungi Masjid Pathok Negoro Plosokuning ini. Nah itulah beberapa tempat ziarah ulama di Jogja yang bisa Anda kunjungi selama masa liburan tiba. Selain dapat meningkatkan spirit keimanan, Anda pun bisa menambah wawasan tentang sejarah Islam di tanah Jogja. Karena tidak sepopuler tempat wisata pada umumnya, sebaiknya Anda menggunakan jasa pemandu saat berwisata religi di Jogja. Makam Syekh Jumadil Kubro di Troloyo, Mojokerto. Sebuah pusara dikenal sebagai Kubur Tunggal. Disebut begitu karena sebelum dibangun cungkup yang besar seperti sekarang, pusara itu terletak di dalam sebuah cungkup dan berdiri sendiri. Di sinilah konon Syekh Jumadil Kubra dimakamkan. Seorang syekh yang kepadanya semua wali Jawa dihubungkan. Pada nisannya terdapat kutipan ayat-ayat Al-Qur’an "tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu" Ali Imran 185 dan "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati" Al-Ambiya 35. Kutipan lainnya berbunyi "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan" Al-Ankabut 37; "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan" Ar-Rahman 26-27; dan "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Allah" Surat Al-Qasas 88. Selain itu, ada dua kalimat dalam bahasa Arab dan Asmaul Husna. Sedangkan nama Syekh Jumadil Kubra malah tak tertera pada nisan. Kendati demikian, haulnya digelar rutin. Peziarah berdatangan setiap malam Jumat Legi membuat makam Troloyo di Trowulan, Mojokerto, itu terkenal sebagai tempat peristirahatan terakhir sang mubalig. Melegenda di Seluruh Jawa Kisah Syekh Jumadil Kubra sebetulnya simpang siur. Martin van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat menyebutkan, Syekh Jumadil Kubra diceritakan dalam berbagai legenda yang berkembang dalam kepustakaan berbahasa Jawa. Ada pula yang menghubungkannya dengan Majapahit. Babad Cirebon menyebut Syekh Jumadil Kubra sebagai moyang para wali Jawa, seperti Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Ampel. "Bahkan juga wali yang paling Jawa di antara para wali, Sunan Kalijaga," tulis Van Bruinessen. Menurut Martin, sebuah sejarah Gresik berbahasa Jawa menyebut Syekh Jumadil Kubra sebagai kakek buyut seorang wali lainnya lagi, Sunan Giri pertama. Kisahnya menyebut Syekh Jumadil Kubra adalah ayah dari Sunan Ampel yang menetap di Gresik. Sunan Ampel mempunyai anak bernama Maulana Ishaq yang menikahi putri raja Blambangan dan beroleh anak, Sunan Giri. Sementara itu, Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java mencatat versi lain dari legenda di Gresik, bahwa Syekh Jumadil Kubra bukanlah seorang moyang, melainkan pembimbing wali yang pertama. Raden Rahmat yang kelak menjadi Sunan Ampel datang dari Champa ke Palembang kemudian meneruskan perjalanan ke Majapahit. Mula-mula Raden Rahmat ke Gresik mengunjungi seorang ahli ibadah yang tinggal di Gunung Jali, bernama Syekh Molana Jumadil Kubra. Menurut Syekh Molana Jumadil Kubra kedatangan Raden Rahmat telah diramalkan oleh Nabi, bahwa keruntuhan agama kafir telah dekat. Raden Rahmat dipilih untuk mendakwahkan ajaran Muhammad di pelabuhan timur Pulau Jawa. Van Bruinessen juga mencatat cerita lisan di desa-desa yang terletak di lereng Gunung Merapi, sebelah utara Yogyakarta. Syekh Jumadil Kubra dipercaya sebagai wali muslim Jawa yang paling tua. Ia berasal dari Majapahit dan hidup sebagai pertapa di hutan gunung itu. Legenda rakyat berbahasa Jawa dari wilayah Tengger, Cariose Telaga Ranu, juga menyebut nama Maulana Ishaq dan Syekh Jumadil Kubra. Keduanya adalah saudara dari dua pertapa, Ki She Dadaputih di Gunung Bromo dan Ki She Nyampo di Sukudomas. "Maulana Ishaq pergi ke Blambangan dan menjadi ayah Raden Paku Sunan Giri. Jumadil Kubra menjadi guru di Mantingan," tulis Van Bruinessen. Keberadaan Syekh Jumadil Kubra di Mantingan juga disebut dalam Serat Kandha. Ia disebut sebagai salah satu dari empat tokoh suci umat Islam di zaman kuno. Tiga lainnya yaitu Nyampo di Suku Dhomas, Dada Pethak di Gunung Bromo, dan Maulana Ishak di Blambangan. Isno, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto, menambahkan, nama Syekh Jumadil Kubra juga dikenal di kalangan pengikut Syekh Siti Jenar. "Menurut cerita tutur, Syekh Jumadil Kubra adalah teman baik Syekh Siti Jenar saat membawa penawar atas tanah-tanah angker bekas pemujaan aliran Yoga-tantra," tulis Isno dalam "Pendidikan Islam Masa Majapahit dan Dakwah Syekh Jumadil Kubra", terbit di Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 03, No. 01, Mei 2015. Bukan Makam Satu-satunya Kisah Syekh Jumadil Kubra menjadi legenda di empat wilayah, yaitu Banten-Cirebon, Gresik-Majapahit, Semarang-Mantingan, dan Yogyakarta. Menurut Van Bruinessen, ada kesan seolah orang Islam Jawa pada zaman dan tempat berbeda semua bertolak dari nama Syekh Jumadil Kubra. Makam Syekh Jumadil Kubra pun ada di beberapa tempat. Selain di Troloyo, sebuah makam tua di antara tambak daerah pesisir pantai di Terbaya, tidak jauh dari Semarang, diyakini penduduk sekitar sebagai makam Syekh Jumadil Kubra. Keyakinan ini berdasarkan kisah dalam Babad Tanah Jawi yang menuturkan Syekh Jumadil Kubra pernah melakukan tapa di Bukit Bergota di Semarang. Baca juga Gajah Mada dan Islam di Majapahit Makam keramat lain berada di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Desa Turgo. Keberadaannya disertai cerita lisan yang beredar di kawasan itu. Sementara itu, kisah Syekh Jumadil Kubra di Gresik dan Mantingan tidak meninggalkan jejak makam maupun petilasan. Makam Syekh Jumadil Kubra di Troloyo yang paling umum diakui. Kuburan ini paling sering kunjungi peziarah. Menurut Muhammad Chawari, arkeolog Balai Arkeologi Yogyakarta dalam “Fenomena Islam pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit” yang terbit di Majapahit Batas Kota dan Jejak Kejayaannya, dari seluruh makam di Troloyo yang ada prasastinya hanya satu nisan yang menyebut nama, yaitu Zayn ud-Din atau mungkin bisa dibaca sebagai Zaenuddin. Angka tahun yang tertera pada nisan ini yaitu 874 H atau 1469 M. Paling tidak yang bisa diketahui, mereka yang dimakamkan di sana adalah penduduk kota Majapahit dan keluarga raja yang telah memeluk agama Islam. Khususnya tujuh makam bertuliskan aksara Arab yang letaknya tak jauh dari pusat kota Majapahit. Dari angka tahun yang tertulis pada nisannya, ada satu yang terbaca 874 H atau dalam tahun Saka 1391 1469 M. Artinya, muslim atau mungkin kerabat raja Majapahit yang muslim sudah ada sejak Hayam Wuruk berkuasa. "Pada waktu Majapahit mencapai puncak keemasan di bawah Raja Hayam Wuruk, agama Islam sudah dianut oleh penduduk ibu kota Majapahit," tulis Chawari. Menurut Chawari dasar dan maksud mengidentikan Kubur Tunggal di Troloyo dengan Syekh Jumadil Kubra belum bisa dipastikan. Yang jelas, nama yang kini dikenal tak ada hubungannya dengan makam. Itu bukanlah nama sesungguhnya. Nama itu semata-mata hanya untuk mempermudah indentifikasi. Lagi pula bukan cuma Syekh Jumadil Kubra yang diidentikan dengan makam-makam Islam kuno di Trowulan. Syekh Maulana Ibrahim, Syekh Abdul Qodir Jaelani, Syekh Maulana Sekah, dan Syekh Ngundung pun dipercaya menjadi penghuni makam era Majapahit itu. "Secara umum tokoh itu pernah berjaya dan sangat dikenal di masa lalu, tidak di daerah Troloyo saja namun juga di daerah lain dalam kurun yang lain pula," tulis Chawari. "Dengan kata lain nama tokoh itu bukan nama tokoh sejarah yang berhubungan dengan makam Troloyo."

makam syekh jumadil kubro jogja